Jumat, 11 September 2009

Moody

Kadang-kadang saya merasa ingin protes. Entah protes pada keadaan atau apapun lah. Hmmm… kalau lagi begini saya menyadari betul betapa moody saya.

Sebenarnya tidak ada apa-apa yang serius sih, hanya barusan saya mengalami peristiwa yang membuat mood saya sedikit terusik (sebenarnya bukan hanya kali ini, tetapi beberapa kesempatan yang lalu pun kalau boleh diingat, saya juga merasa hal yang sama – sebenarnya memang saya yang terlalu sensitive -- ). Jadi begini, beberapa minggu terakhir ini kami memang sedang sibuk-sibuknya menyelesaikan tugas akhir kami. Jadilah, kami para mahasiswi ini rajin mengantri didepan ruang masing-masing dosen pembimbing hingga koridor kantor untuk sekedar bisa mendapat bimbingan dan arahan aka setor muka dengan masing-masing pembimbing. Biasanya kami akan menulis daftar antrian di depan ruang dosen yang bersangkutan demi menghindari terjadinya kerusuhan dan marah2 antarteman jika antriannya diserobot. Ada yang menunggu cuma beberapa menit, beruntung jika ia berada di antrian teratas atau dosennya sedang “legowo” untuk menemui barisan panjang mahasiswa culun, kemudian ia bisa segera masuk ke ruangan dosen untuk menerima “wejangan” yang kadang-kadang sedikit sulit untuk direalisasikan, walaupun tidak jarang itu juga merupakan solusi, tetapi seringkali kami kebingungan dibuatnya… Apa maksud beliau…

Lalu, yang sedikit tidak beruntung akan harus menunggu lebih lama. Satu jam, dua jam, tiga jam, empat jam, hingga sore datang. Beruntung jika dosen yang bersangkutan mau menerimanya, memberikan wejangan di tengah lelah yang sudah mendera hingga tanpa sadar apa yang diewejangkan bernada marah, sebal, dan menyalahkan. Huuu…sakit. Lebih sakit lagi jika sudah menunggu seharian penuh, penantian ini berujung pada kata-kata sakti tak terbantahkan dari sang dosen: “Saya mau ngajar”, “Saya mau pulang”, atau “Saya nggak ada jadwall konsultasi hari ini”, atau “Kayak gini aja nggak ngerti, kayak anak TK aja” (ups, yang ini tentu bisa dibantah).

Yang paling senang ketika mendapatkan dosen pembimbing yang masih junior. Menemuinya mudah, tidak mudah tersinggung, mengirim sms pasti dibalas kalau ada pulsa, hehe, kalau ada kesulitan serasa dirangkul dan diberi solusi, waktu ujian membantu (dengan catatan sering konsul dan tidak “kebangetan”), ketemu di lorong sering nyapa duluan. Pokoknya surganya bimbingan, walaupun secara ilmu kadang-kadang terkesan kurang menguasai, tp love u full-lah istilah anak-anak muda jaman sekarang.

Anyway, sebenarnya bukan itu poin saya. Saya cuma mau bilang, alangkah enak dapat pembimbing yang enak (ya iyalah, apa sih maksudnya). Kalau dapat pembimbing yang enak, emang enak (tuh kan, apalagi sih maksudnya). Saya kadang-kadang iri pada teman-teman saya yang dengan mudahnya dapat persetujuan pembimbing, dapat bimbingan pembimbing, ya intinya dengan mudah melalui semuanya, padahal menurut saya, dia mampu untuk mendapatkan pembimbing yang lebih senior dan lebih “berbobot”, tapi entah, mungkin sudah jalannya untuk mendapatkan pembimbing dan penguji yang “enak” selama kuliah. Huff... tapi nggak ding, saya nggak jadi iri (tuh kan, maksudnya apa gitu).

Because i always get the best in my life (saya nggak tahu dapat kuotasi ini dari mana, mungkin setelah saya merenungi perjalanan saya, hohoho).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar